Pria kampung asal Sumatara Barat, Masril Koto pendiri
Bank Tani dalam bentuk LKMA Prima Tani, tempat dimana para petani bisa
mendapatkan pinjaman untuk tambahan modal usaha. Banyaknya petani yang sulit
mencari pinjaman modal menginspirasi Masril untuk membentuk lembaga keuangan
para petani yang disebutnya Bank Tani atau Bank Petani tersebut.
Dia bersama teman petani lainnya
merintis lembaga keuangan itu sejak tahun 2002.
Hadirnya bank petani, menurut Masril karena kekecewaan atas bank BUMN
yang menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Para petani dengan segala
keterbatasannya tidak cukup mampu mencukupi berbagai persyaratan dari bank.
Ia menjadi pendiri LKMA Prima Tani di Nagari Koto Tinggi. dan
580 LKMA lain yang tersebar di seantero Sumatera Barat yang kesemuanya memiliki
aset mencapai 100 miliar rupiah. Setiap LKMA yang dibinanya memiliki minimal 5
karyawan yang biasa diambil dari anak-anak petani, terutama mereka yang putus
sekolah. Hal ini ditujukan untuk mengurangi angka pengangguran.
Bank petani tersebut baru resmi didirikan setelah Masril dan
kawan-kawan petaninya mendapatkan pelatihan keuangan dalam bentuk akutansi
sederhana dari Yayasan Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas(AFTA), Padang.
Sejak dibentuk 2008,
'Bank' Petani sudah berhasil mengelola dana petani Rp 250 miliar. 'Bank' yang
masuk kategori Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ini masih beroperasi di Sumatera
Barat (Sumbar) dan sekitarnya.
"Dana yang sudah kita kumpulkan dan kita
kelola itu sekarang Rp 250 miliar," terang Masril
Dana tersebut berasal 850 bank petani yang
tersebar di berbagai desa di wilayah Sumatera Barat. Tenaga kerja yang dihimpun
sudah mencapai 1.500 orang.
"Kita sudah ada 850 lembaga bank petani,
nilai memang kecil-kecil, tapi kalau disatukan jadi banyak," kata pria
kelahiran 13 Mei 1974 ini.
Sumber dana yaitu saham, tabungan dan pinjaman
dana. Saham itu adalah modal awal yang dimili dari beberapa keluarga. Modal ini
pun hanya berkisar satu lembar saham atau Rp 100.000 per keluarga
Kemudian adalah tabungan, produk yang dikeluarkan
pun beragam. Sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat
setempat seperti tabungan ibu hamil, pendidikan, sosial dan lainnya.
Dijelaskan Masril, masyarakat didorong untuk untuk
menyimpan uang dalam beberapa produk tabungan, seperti tabungan ibu hamil,
tabungan pendidikan, tabungan sosial.
Produk teranyar, sambungnya, Bank Petani baru saja
merilis dua produk tabungan, yakni tabungan niat naik haji dan tabungan
kepemilikan iPad.
“Karena baru niat saja sudah dicatat malaikat apalagi
dicatat buku tabungan. Juga tabungan kepemilikan iPad untuk anak-anak, karena
kita nggak ingin anak-anak ke Jakarta melihat iPad sebagai sesuatu yang aneh,”
terang dia.
Petani, tambah Masril, diberikan fasilitas kredit atau
pinjaman dengan nilai terbatas. Kebanyakan petani menggunakan kredit tersebut
untuk kebutuhan ringan. Berjalan lima tahun, sudah ada 850 bank petani dan
1.500 tenaga kerja.
“Petani bisa pinjam uang, tapi nggak banyak paling Rp 200
ribu sampai Rp 500 ribu untuk mengelas alat pertanian yang patah dan
sebagainya,” tutur dia.
Berangkat dari kesulitan mencari modal
untuk memperluas kebun ubi jalar di kampungnya, di Baso, Agam, Sumatera Barat
(Sumbar), Masril Koto bertekad membuat bank petani. Kini ia telah membangun 900
Bank Tani berbentuk lembaga keuangan mikro-agribisnis (LKMA) di seluruh
Indonesia. Sistem bank ini juga diadopsi oleh pemerintah dan menjadi
cikal bakal Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan Nasional. Bank
inilah yang kemudian mengantarkan pria asli Minang itu memenangi berbagai
penghargaan sebagai social entrepreneur.