Kamis, 07 April 2016

Masril Koto, Pria Tak Lulus SD yang Sukses Dirikan Bank Petani



Pria kampung asal Sumatara Barat, Masril Koto pendiri Bank Tani dalam bentuk LKMA Prima Tani, tempat dimana para petani bisa mendapatkan pinjaman untuk tambahan modal usaha. Banyaknya petani yang sulit mencari pinjaman modal menginspirasi Masril untuk membentuk lembaga keuangan para petani yang disebutnya Bank Tani atau Bank Petani tersebut. Dia bersama teman petani lainnya merintis lembaga keuangan itu sejak tahun 2002.
Hadirnya bank petani, menurut Masril karena kekecewaan atas bank BUMN yang menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Para petani dengan segala keterbatasannya tidak cukup mampu mencukupi berbagai persyaratan dari bank.
Ia menjadi pendiri LKMA Prima Tani di Nagari Koto Tinggi. dan 580 LKMA lain yang tersebar di seantero Sumatera Barat yang kesemuanya memiliki aset mencapai 100 miliar rupiah. Setiap LKMA yang dibinanya memiliki minimal 5 karyawan yang biasa diambil dari anak-anak petani, terutama mereka yang putus sekolah. Hal ini ditujukan untuk mengurangi angka pengangguran.
Bank petani tersebut baru resmi didirikan setelah Masril dan kawan-kawan petaninya mendapatkan pelatihan keuangan dalam bentuk akutansi sederhana dari Yayasan Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas(AFTA), Padang.


Sejak dibentuk 2008, 'Bank' Petani sudah berhasil mengelola dana petani Rp 250 miliar. 'Bank' yang masuk kategori Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ini masih beroperasi di Sumatera Barat (Sumbar) dan sekitarnya.
"Dana yang sudah kita kumpulkan dan kita kelola itu sekarang Rp 250 miliar," terang Masril


Dana tersebut berasal 850 bank petani yang tersebar di berbagai desa di wilayah Sumatera Barat. Tenaga kerja yang dihimpun sudah mencapai 1.500 orang.



"Kita sudah ada 850 lembaga bank petani, nilai memang kecil-kecil, tapi kalau disatukan jadi banyak," kata pria kelahiran 13 Mei 1974 ini.



Sumber dana yaitu saham, tabungan dan pinjaman dana. Saham itu adalah modal awal yang dimili dari beberapa keluarga. Modal ini pun hanya berkisar satu lembar saham atau Rp 100.000 per keluarga



Kemudian adalah tabungan, produk yang dikeluarkan pun beragam. Sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat setempat seperti tabungan ibu hamil, pendidikan, sosial dan lainnya.

Dijelaskan Masril, masyarakat didorong untuk untuk menyimpan uang dalam beberapa produk tabungan, seperti tabungan ibu hamil, tabungan pendidikan, tabungan sosial.
Produk teranyar, sambungnya, Bank Petani baru saja merilis dua produk tabungan, yakni tabungan niat naik haji dan tabungan kepemilikan iPad.
“Karena baru niat saja sudah dicatat malaikat apalagi dicatat buku tabungan. Juga tabungan kepemilikan iPad untuk anak-anak, karena kita nggak ingin anak-anak ke Jakarta melihat iPad sebagai sesuatu yang aneh,” terang dia.
Petani, tambah Masril, diberikan fasilitas kredit atau pinjaman dengan nilai terbatas. Kebanyakan petani menggunakan kredit tersebut untuk kebutuhan ringan. Berjalan lima tahun, sudah ada 850 bank petani dan 1.500 tenaga kerja.
“Petani bisa pinjam uang, tapi nggak banyak paling Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu untuk mengelas alat pertanian yang patah dan sebagainya,” tutur dia.


Berangkat dari kesulitan mencari modal untuk memperluas kebun ubi jalar di kampungnya, di Baso, Agam, Sumatera Barat (Sumbar), Masril Koto bertekad membuat bank petani. Kini ia telah membangun 900 Bank Tani berbentuk lembaga keuangan mikro-agribisnis (LKMA) di seluruh Indonesia.  Sistem bank ini juga diadopsi oleh pemerintah dan menjadi cikal bakal Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan Nasional. Bank inilah yang kemudian mengantarkan pria asli Minang itu memenangi berbagai penghargaan sebagai social entrepreneur. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar